BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Senin, 04 Januari 2010

Perusahaan Nasional di Sektor Migas



Perusahaan Nasional di Sektor Migas Baru

JAKARTA(SI) – Keterlibatan perusahaan nasional dalam industri minyak dan gas serta coal bed methane (CBM) nasional hingga saat ini masih minim, yakni hanya mencapai 29,1%.


Sementara perusahaan asing yang mengelola industri migas dalam negeri sebesar 60,4% dan konsorsium 10,4%. ”Ini posisi terbaru berdasarkan tanda tangan kontrak kerja sama (KKS) migas dan CBM 2001–Mei 2009,” kata Dirjen Migas Evita Herawati Legowo di Jakarta kemarin.

Sebelumnya, pemerintah menargetkan akan melibatkan perusahaan nasional dalam industri migas mencapai 50% di 2025 mendatang. Selain itu, target pemerintah berikutnya adalah menjaga produksi minyak di level 1 juta barel per hari (bph).

Dengan perkiraan rata-rata pertumbuhan kebutuhan energi di Indonesia mencapai 7% per tahun, Evita mengakui pencapaian target produksi di 2025 itu bukan pekerjaan ringan. Karena itu, pihaknya menargetkan elastisitas energi di bawah 1 dengan pemanfaatan energi alternatif mencapai minimal 17%.

Rinciannya, bahan bakar nabati (BBN) sebanyak5%; panasbumi5%; campuran seperti biomasa, air,dan angin 5%; dan batu bara cair 2%. Pada 2006 lalu, elastisitas energi Indonesia mencapai 1,8 dan tahun lalu menurun menjadi 1,6. Jika dibanding Jerman dan Jepang, Indonesia masih tertinggal karena tingkat elastisitas energi dua negara itu di bawah 1.

Pihaknya menargetkan pemakaian barang dan jasa lokal mencapai 91% dan penggunaan sumber daya mineral nasional sebesar 99%. Pihaknya tidak berani menargetkan angka 100% karena sifat industri migas yang padat modal, berteknologi tinggi, dan berisiko tinggi. Artinya, pihaknya masih membutuhkan investor asing.

”Masih harus ada tempat untuk asing,”ujar Evita. Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Departemen ESDM Edi Hermantoro menuturkan, dilihat dari tren KKS dari 2001–2008 mengalami peningkatan. Hal itu akibat UU No 22/2001 tentang Migas. ”Dalam konteks ini, tidak ada perbedaan (perusahaan) domestik dan internasional,”paparnya.

Berdasarkan UU tersebut,yang berhak melaksanakan kegiatan investasi adalah BUMN,BUMD, koperasi dan UKM, swasta nasional, dan swasta asing.Sementara untuk kegiatan industri CBM,didominasi perusahaan nasional dengan total nilai investasi CBM dari 2008–2009 mencapai USD64,2 juta.

Lokasi penyebaran CBM terbesar ada di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,dan Sumatera Selatan. Produksi CBM ini bisa dimanfaatkan untuk mendukung program gas kota.Pasalnya,potensi gas yang dihasilkan dari pengeringan sumur Blok CBM mencapai 0,2–0,4 mmscfd.

Dengan gas 1 mmscfd, lanjut Evita, bisa memenuhi kebutuhan energi ke 4.000 rumah tangga. Karena itu, pihaknya sedang merevisi aturan pengembangan CBM tersebut. Selain dengan mengeluarkan Permen No 1 dan No 3 untuk meningkatkan keterlibatan perusahaan nasional, juga menggunakan tenaga kerja Indonesia dan mengutamakan kontrak menggunakan jasa dan barang dalam negeri.

Tak hanya itu,Pihaknya juga mewajibkan KKS asing yang menemukan cadangan migas untuk memberikan jatah 10% ke BUMD. Sementara itu, Departemen ESDM telah memberikan rekomendasi kepada PT Pertamina (persero) untuk mengekspor avtur. Rekomendasi itu diberikan selama tiga bulan.

Evita Herawati Legowo mengatakan, pemberian izin tersebut lantaran Pertamina dinilai berhasil melaksanakan program pengalihan (konversi) minyak tanah ke elpiji. Keberhasilan program konversi tersebut membuat pasokan minyak tanah menjadi berlebih sehingga dapat dikonversi menjadi bahan bakar pesawat jet.

”Spesifikasi minyak tanah dan avtur itu mirip, tinggal diproses sedikit bisa jadi avtur.Kami memberikanrekomendasieksporkarena kebutuhan dalam negeri terpenuhi,” kata Evita di Jakarta kemarin.

sumber : http://www.depkop.go.id/component/content/article/489-perusahaan-nasional-di-sektor-migas-baru-29.html

0 komentar: